Tak sekedar kemampuan memasak yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
chef. Yang pasti, profesi menjanjikan ini kini jadi incaran banyak
orang!
Apa yang pertama kali terbayang di benak Anda saat mendengar kata Chef?
Seorang pria gagah berpakaian putih, celana hitam atau putih
kotak-kotak kecil, memakai topi tinggi dan menjadi raja sebuah dapur
yang kehadirannya biasa Anda jumpai di sebuah hotel berbintang atau
resto ‘kelas kakap‘? Dulu, istilah Chef mungkin tidak terlalu dekat
dengan keseharian masyarakat, hanya kalangan tertentu berkantong tebal
yang ‘kenal‘ dengan Chef karena merekalah yang biasa menikmati santapan
lezat di hotel atau resto mewah.
Kini, berkat banyaknya bermunculan acara masak di televisi, istilah
Chef mulai terasa dekat di masyarakat umum, meski pada kenyataannya tak
semua pembawa acara kuliner adalah seorang Chef. Sebenarnya, apa
persyaratan seseorang berhak mendapat julukan Chef?
Artikel ini dimaksudkan untuk membuka wawasan mengenai Chef, tanpa
bermaksud menghakimi siapapun. Selanjutnya, Anda dapat mengambil
kesimpulan sendiri.
Definisi Chef
Sebenarnya kata Chef diambil dari bahasa Perancis, yang dalam Bahasa
Inggris artinya adalah Chief atau leader, dalam bahasa Indonesia
pimpinan. Jadi, tidak setiap Chef adalah Kepala Juru Masak. Sebagai
contoh adalah Chef de Police, artinya adalah Kepala Polisi. Contoh
lainnya adalah Chef de Beuro atau Kepala Biro dalam Bahasa Indonesia.
Dengan demikian, bisa dikatakan setiap pimpinan di Perancis, ya, namanya
Chef, tergantung bidang dan profesi apa yang di gelutinya. Kalau Kepala
Juru Masak? Kepala Juru Masak adalah Chef de Cuisine atau Chef de
Patisserie untuk Chef Pastri. Di dapur pun ada yang namanya Chef de
Partie (CDP) atau Kepala Bagian, tergantung dapur yang ia pimpin. CDP
ini juga bukan hanya di dapur, bisa juga dia adalah Kepala Bagian yang
lain.
Mengapa Perancis?
Lantas, kenapa namanya harus Chef, dan bukan Chief? Kenapa yang
digunakan adalah istilah bahasa Perancis. Jawabannya sederhana, karena
Perancis merupakan kiblat kuliner dunia. Negara ini punya sejarah
panjang dalam hal kulinari, lebih dari 500 tahun. Perancis adalah negara
pertama yang menyebarkan para Chef-nya, baik dengan sengaja maupun
tidak. Di samping itu, terminolgi di dapur kebanyakan juga menggunakan
Bahasa Perancis sebagai pengantar. Misalnya brunois (baca: brunoas, yang
artinya potongan sayuran kotak-kotak kecil dengan ukuran 2 mm x 2 mm x 2
mm), Mire Poix (kumpulan sayur-mayur tertentu yang fungsinya sebagai
aroma dalam pembuatan masakan), atau Bouquet Garny (kumpulan
rempah-rempah yang diikat atau dibungkus dengan kain, untuk cita rasa).
Sebenarnya hidangan Perancis pun telah pula terpengaruh oleh negara
dan bangsa lainnya, dan yang paling kental adalah dari Italia. Menurut
sejarah, pada abad 15-16 seorang puteri bangsawan dari Florence, Itali,
menikah dengan Raja Henri dari Perancis. Puteri inilah yang membawa dan
memperkenalkan teknik masak dari Italia ke Perancis. Di samping itu,
kulinari Perancis juga ikut mendapat pengaruh dari negara-negara yang di
taklukkannya.
Menurut Amy B Trubek, seorang mahasiswi dari Universitas Pensylvania
Amerika Serikat dalam tesisnya untuk mendapat gelar Doktor, Perancis
sudah mulai membuat dan menyebarkan buku dan teknik-teknik memasak sejak
beberapa abad yang lalu. Makanya tak heran jika pamornya di dunia
kuliner sudah sangat kuat. Perancis juga melakukan pendokumentasian yang
bagus. Dan yang paling penting adalah dukungan penuh dari Pemerintah
Perancis.
Hingga kini, belum ada negara lain yang mampu menyaingi Perancis
sebagai ‘kiblat’ kuliner. Dengan menguasai teknik pengolahan makanan
Perancis, akan lebih mudah bagi seorang calon juru masak untuk mengolah
hidangan dari negara lain.
China, Perancis-nya Asia
Jika kita bicara dalam lingkup lebih kecil, di Asia, Chinalah
jawaranya. Diakui oleh beberapa ahli dalam buku Professional Chef yang
diterbitkan olah Culinary Institute of America (CIA), Cina adalah
satu-satunya negara yang variasi masakan dan makanannya bisa menyaingi
Perancis. Lalu, kenapa bukan China yang menjadi kiblat masakan dunia?
Seperti kita ketahui Cina adalah negara yang mempunyai kebudayaan
yang sangat tua, tapi sayangnya kuliner Cina hanya berkembang di
kalangan istana, bisa dibilang tidak keluar dari tembok-tembok istana.
Dan, kalaupun kulinernya keluar dari area Cinapun, hanya sebatas makanan
kelas bawahnya saja. Makanan kelas atas tetap hanya menjadi ’rahasia’
para keluarga kerajaan dan bangsawan saja.
Untuk level Asia Tenggara, pusat kuliner saat ini adalah Singapura,
negara kecil yang letaknya tidak jauh dari negara kita. Hal ini bisa
terjadi karena dukungan yang kuat dari pemerintah Singapura yang
menyadari bahwa mereka tidak punya apa-apa untuk dijual, tapi mereka
punya kemauan yang kuat. Mereka juga menyadari minimnya sumber daya alam
sehingga diperkuatlah sumber daya manusianya. Dan tentunya, hal ini
tidak dapat dilakukan dalam semalam. Bagaimana Indonesia? Masih
tertinggal, walaupun pada saat ini pengembangan masakan dan makanan
Indonesia cukup menggembirakan. Apa lagi setelah salah satu televisi
swasta menayangkan acara Allez Cuisine, baru terbukalah mata orang awam
bahwa Chef bisa menjadi sebuah profesi yang menjanjikan. Terbukalah
kenyataan bahwa bekerja di dapur bukan monopoli wanita, seperti yang
selama ini terjadi di sebagian besar dapur rumah tangga masyarakat.
Indonesia masih harus bekerja keras, dukungan pemerintah adalah
mutlak. Masih banyak orang Indonesia yang bersikeras mengejar gelar
sarjana, baik itu S1, S2 hingga S3. Pekerjaan yang membutuhkan
ketrampilan masih dipandang sebelah mata, walaupun mulai beberapa tahun
yang lalu sudah banyak berubah. Sebagai contoh, peminat kulinari di
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, sudah mulai ada peningkatan secara
signifikan terhadap mata kuliah Pengolahan Makanan (Food Production).
Dan, sekolah tinggi ini juga mempunya sebuah klub memasak yaitu TCC atau
Trisakti Culinary Club yang para anggotanya adalah para mahasiswa STP
Trisakti yang mempunyai minat di bidang Kulinari.
Bagaimana seseorang bisa disebut sebagai seorang Chef?
Pertanyaan ini cukup banyak diajukan. Merujuk pada buku Professional
Cooking oleh Wyne Gisslen, disebutkan bahwa ijazah tidak akan membuat
Anda menjadi seorang Chef dan Anda baru bisa disebuk sebagai juru masak
setelah memasak sebanyak ribuan kali. Apakah jika kita lulus dari sebuah
sekolah atau perguaruan tinggi, otomatis menjadi seorang pemimpin di
sebuah perusahaan? Jawabannya tentu saja tidak, kecuali jika perusahaan
itu miliknya sendiri atau kelurganya, dan dia diangkat menjadi pemimpin
di perusahaan itu.
Seperti telah disebutkan, perlu kerja keras dan semangat yang kuat
jika ingin menjadi seorang Chef. Chef itu sama dengan pemimpin. Dan,
Chef yang kita bicarakan di sini adalah seorang kepala atau pimpinan
sebuah dapur. Jadi, Chef adalah sebuah profesi, sama dengan
profesi-profesi yang lain, misalnya dosen, guru, dokter, pilot dan lain
sebagainya.
Untuk menjadi seorang Chef, ada banyak jalur yang bisa ditempuh.
Pada jenjang sekolah tinggi, paling tidak, bisa melalui SMK jurusan tata
boga atau jurusan perhotelan. Untuk yang lebih tinggi lagi, bisa
bergabung dengan akademi-akademi perhotelan atau Sekolah Tinggi
Pariwisata. Tentunya lulusannya tak serta merta mendapatkan gelar Chef,
kecuali setelah lulus langsung membuka usaha restoran dan menjadi
Chef-nya.
Untuk menjadi seoran Chef, butuh pengalaman dan jam terbang yang
tinggi, karena kalau sudah menjadi Chef maka bukan hanya kemampuan
memasak yang dibutuhkan, tetapi sudah menjadi luas, yaitu kemampuan
berorganisasi. Pada dasarnya persyaratan seorang Chef akan sama dengan
persyaratan seorang pemimpin. Chef adalah profesi yang membutuhkan
proses yang panjang untuk pencapaiannya, bahkan bisa mencapai puluhan
tahun (ada juga yang bisa mencapainya dalam bilangan tahun).
Chef juga banyak tingkatannya, mulai dari Demmie Chef hingga
Executive Chef. Apakah yang tidak pernah bersekolah di bidang perhotelan
bisa menjadi seorang Chef? Bisa! Syaratnya adalah kemauan yang keras
untuk mencapai jabatan puncak di sebuah dapur.
Pada saat ini, di Indonesia telah ada beberapa orang Indonesia yang
dipercaya untuk memegang kendali di dapur-dapur hotel berbintang, baik
bintang 4 maupun 5. Hal ini tentu sangat menggembirakan, walaupun di
luar negeri sebenarnya sudah banyak juga orang-orang Indonsia yang
mempunya jabatan sebagai Chef maupun Executive Chef.
Struktur organisasi di dapur
Tergantung dari besar kecilnya sebuah dapur, untuk beberapa hotel
bintang 5, tingkatan Chef terdiri dari beberapa lapis. Misalnya Untuk
resto yang lebih kecil biasanya lebih sederhana, misalkan sebuah
restoran dengan kapasaitas 30-60 tempat duduk.
Sosok Chef ideal
Chef yang ideal adalah Chef yang mempunyai jiwa entrepreneur (agar
bisa memajukan usahanya), mempunyai jiwa seni (sehingga bisa memberikan
sentuhan-sentuhan yang artistik pada makanan), mempunyai jiwa
kepemimpinan yang kuat, berpikiran di luar kotak (out of the box),
selalu mempunya ide-ide baru yang segar, selalu belajar dan tidak pernah
berhenti dalam usahanya.
Perkembangannya di dalam negeri sudah sangat menggembirakan
dibandingkan dengan 5 atau 10 tahun yang lalu. Demi kemajuan mereka,
tentunya harus banyak diberi pelatihan, khususnya Bahasa Inggris. Ini
merupakan kelemahan yang cukup mendasar bagi orang Indonesia, karena mau
tidak mau, suka tidak suka paling tidak seorang Chef harus bisa
berkomunikasi dengan bahasa internasional ini.
0 komentar:
Posting Komentar